Oleh, Chandra Purna Irawan
(Ketua LBH PELITA UMAT)
Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) telah memprakarsai sebuah kebijakan kontroversial untuk memberikan izin pertambangan kepada organisasi-organisasi keagamaan.
Secara politis, langkah ini sangat strategis, tampak seperti dirancang untuk mengamankan pengaruh jangka panjang terhadap bidang ekonomi dan politik Indonesia. Dengan bersekutu dengan kelompok-kelompok agama yang berpengaruh rezim tidak hanya memperkuat sekutu yang kuat tetapi juga berpotensi membentuk lanskap politik yang mendukung agenda pemerintahan tanpa koreksi suara lantang ormas keagamaan.
Izin tambang yang diberikan kepada ormas keagamaan menimbulkan beberapa potensi yang berdampak serius kepada ormas tersebut, diantaranya yaitu:
PERTAMA, ORMAS KEAGAMAAN AKAN BERHADAPAN DENGAN MASYARAKAT.
Timbulnya potensi konflik dengan masyarakat mengharuskan ormas keagamaan akan berhadapan langsung dengan masyarakat. Konflik yang muncul di sektor pertambangan seolah tak pernah berakhir. Misalnya konflik terkait pencemaran lingkungan, perampasan lahan, kriminalisasi, korban tewas di bekas lubang tambang menambah kerugian masyarakat.
Konflik pertambangan dapat menimbulkan potensi gangguan keamanan sehingga dapat
mengganggu keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.
konflik lahan pertambangan juga menimbulkan kerugian baik secara materiil maupun inmateriil baik dari pihak perusahaan maupun masyarakat. Bagi perusahaan konflik akan menimbulkan kerugian ketika kegiatan operasional pertambangan berhenti karena dilakukan penghentian secara paksa oleh masyarakat.
KEDUA, BERKURANGNYA KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP ORMAS KEAGAMAAN.
apabila perusahaan tambang yang berada dibawah pengelolaan ormas keagamaan tidak dapat menyelesaikan konflik dengan masyarakat, maka berpotensi berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap ormas keagamaan tersebut.
Masyarakat akan menilai tidak ada perbedaan dengan perusahaan lainnya, mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya. Jika ada yang menyatakan tidak akan meraup keuntungan tetapi untuk berbagi, sebaiknya tidak perlu mendirikan perusahaan tambang tetapi cukup ormas keagamaan saja.
KETIGA, POTENSI “DIPERALAT PENGUSAHA TAMBANG”
Ormas keagamaan tersebut mungkin secara keseluruhan tidak memiliki pengalaman dalam ekplorasi tambang. Siapa yang memiliki pengalaman dan sumber daya? Jawabannya adalah pengusaha tambang.
Pengusaha tambang dapat menyodorkan kerjasama dengan sistem KSU/KSO atau perjanjian lainnya. Dengan demikian pengusaha yang memiliki kepentingan usaha pertambangan juga tetap bisa menjalankan kegiatan bisnis mereka dan hanya perlu menggandeng Ormas keagamaan supaya usaha mereka tak terganggu oleh masyarakat dll, cukup sampaikan atau pasang plang “kawasan tambang ini milik ormas keagamaan A”. Sehingga tokoh dan kader yang berada dibawah sibuk melakukan klarifikasi dan memberikan penjelasan.
KEEMPAT, ORMAS KEAGAMAAN BERPOTENSI BANKRUT.
Tidak bisa dimungkiri dalam menjalankan bisnis dan usaha, kerugian sudah pasti menjadi sebuah risiko yang mau tidak mau harus dilalui. Terlebih lagi bisnis tambang adalah padat modal dan jumlah besar.
Oleh karena itu perlu disadari sejak awal akan potensi tersebut, tidak mampu melakukan mitigasi maka menimbulkan potensi kerugian yang mengakibatkan ormas keagamaan bangkrut.
Demikian.
IG @chandrapurnairawan